Novel Horor: Pembawa Petaka

Sinopsis
Alia, seorang siswi SMA kelas tiga di Jakarta, memiliki kecintaan terhadap buku. Ia dikenal sebagai kutu buku di kalangan teman-temannya dan memiliki minat khusus pada buku psikologi serta novel horor.
Suatu hari, ia mengunjungi toko buku bersama adiknya, Riki. Di antara tumpukan buku, matanya tertarik pada sebuah novel dengan sampul kuntilanak merah yang mengerikan. Tanpa membaca sinopsisnya, ia langsung membeli buku tersebut.
Namun, ketika malam tiba dan ia mulai membaca, Alia menemukan bahwa kisah dalam novel itu terasa terlalu nyata. Di halaman terakhir, sebuah peringatan tertulis: Siapapun yang membaca kisahku, maka dia akan mati. Karena tak ada satupun orang yang boleh tahu tentang kisahku, Lena sang Kuntilanak Merah.
Alia mengabaikannya, menganggap itu hanya bagian dari cerita. Tapi saat tengah malam, ketukan di jendela dan bau amis darah memenuhi kamar tidurnya. Tanpa ia sadari, cerita dalam novel tersebut bukan sekadar fiksi—dan kini, ia menjadi bagian dari kisah mengerikan itu.
Penulis: Lili Aksara
Dengarkan Cerita:
Halo, namaku Alia
Saat ini aku bersekolah di SMA kelas tiga di Jakarta.
Oh iya, aku sangat suka membaca buku. Saking seringnya aku membaca, teman-temanku sampai menjulukiku sebagai si kutu buku.
Kalau kalian bertanya, buku apa yang paling aku suka? Jawabannya adalah buku psikologi. Kenapa? Aku sendiri tidak tahu, aku hanya menyukainya.
Selain psikologi, aku juga sangat menyukai novel horor. Walaupun sedikit menyeramkan, tetap saja ada keseruan tersendiri ketika membaca kisah-kisah misterius itu.
Perjalanan ke Toko Buku
Siang itu, aku melihat ke jam tangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Aku pun bangkit dari kursi di teras rumah dan berencana pergi ke toko buku bersama adikku.
Aku berjalan menuju kamar adikku dan mengetuk pintunya.
Tok, tok, tok.
“Oh iya, nama adikku adalah Riki. Usianya hanya berbeda satu tahun denganku.”
Tak lama, pintu kamar terbuka.
“Ada apa sih, Kak?” tanya Riki.
“Temenin Kakak ke toko buku, ya,” pintaku.
“Males, ah. Kakak aja sendiri,” jawabnya enggan.
“Ayolah Dek, Kakak kan nggak bisa bawa motor.”
Riki menghela napas, lalu berkata, “Iya deh, aku anterin. Mau kapan emang?”
“Sekarang,” jawabku cepat.
Riki pun memanaskan motor. Tak lama, kami melaju di jalanan kota Jakarta yang ramai.
Toko Buku dan Temuan Mengerikan
Sesampainya di toko buku, aku segera masuk sementara Riki menunggu di luar. Aku mulai melihat-lihat rak buku, mencari sesuatu yang menarik untuk dibaca.
Saat mataku menyapu tumpukan buku, aku menemukan sebuah novel terselip di antara ratusan buku lainnya. Entah kenapa, buku itu menarik perhatianku.
Sampulnya bergambar kuntilanak merah dengan wajah rusak dan mata tajam menyerupai harimau. Aku bergidik ngeri.
Aku membalik buku itu dan melihat sebuah goresan merah bertuliskan: Kuntilanak Merah itu akan mendatangimu.
Aku segera menepis pikiran buruk dan tanpa membaca sinopsisnya, langsung membayar buku tersebut.
Kisah Lena dan Teror yang Nyata
Di sebuah desa terpencil bernama Desa Bambu, seorang gadis bernama Lena tinggal di sana. Ia gadis tercantik di desa, tetapi takdir buruk menimpanya.
Suatu hari, Lena pergi ke hutan mencari kayu bakar. Seorang dukun mengikutinya tanpa ia sadari.
Saat Lena sadar, dukun itu sudah di belakangnya. Ia telah masuk ke area terlarang di dalam hutan. Sang dukun marah karena tempat keramatnya dikotori.
“Tak ada yang bisa selamat setelah bertemu denganku,” kata dukun itu, lalu menusukkan keris ke jantung Lena. Lena tewas berlumuran darah.
Malamnya, arwah Lena bangkit dan berubah menjadi Kuntilanak Merah. Wajahnya mengerikan, kulitnya terkelupas, kepalanya hampir putus.
Ia membantai dukun itu dan kemudian menyebar teror di Desa Bambu. Lena bahkan membunuh bayi tak berdosa untuk memperkuat kekuatannya.
Aku membaca terus hingga halaman terakhir. Di sana, ada secarik kertas terselip:
Siapapun yang membaca kisahku, maka dia akan mati. Karena tak ada satupun orang yang boleh tahu tentang kisahku, Lena sang Kuntilanak Merah.
Aku tertegun. Ending-nya tak terduga. Lena berhasil dikalahkan, tapi nyawa seorang gadis bernama Alia harus menjadi gantinya.
Malam Penuh Teror
Ketukan di jendela mengagetkanku. Bau amis darah memenuhi kamar.
Aku mendekat dan membuka tirai.
“Aaa tidaaak!” aku berteriak ketakutan melihat sesosok wanita berbaju merah, persis seperti yang ada dalam buku.
Wanita itu menembus jendela dan berkata, “Hihihihi, tapi sayangnya kau harus ikut denganku.”
Aku tercekik, tubuhku dibanting, napasku semakin tercekat.
“Jika aku harus mati, aku rela. Asal kamu tidak meneror dan mengganggu siapapun lagi.”
Dan akhirnya, gelap.
Posting Komentar